Selasa, 10 November 2009

PENGERTIAN HUKUM

Pengertian Hukum
Prof. van Apeldoorn:
mengatakan bahwa definisi tentang Hukum sangat sulit untuk dibuat karena tidak mungkin untuk mengadakan yang sesuai dengan kenyataan.

DRS. E.Utrecht, SH:
Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dank arena itu harus ditaatioleh masyarakat itu.

Menurut Sarjana Hukum Indonesia lain:
1) S.M. Amin, SH:
Hukum adalah Kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi.
Tujuan hukum adalah mengadakan ketertiban dalam pergaulan manusia, sehingga
keamanan dan ketertiban terpelihara.
2) J.C.T Simorangkir, SH dan Woerjono Sastropramoto, SH;
Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku
manusiadalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib,
pelanggaran norma terhadap peraturan-peraturan tadi berakibatkan diambilnya tindakan
yaitu dengan hukuman tertentu.
3) M.H. Tirtaamindjaja, SH:
Hukum adalah semua aturan (norma) yang harus dituntut dalam tingkah laku, tindakan-
tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian, jika melanggar
aturan-aturan itu akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan
kehilangan kemerdekaannya di denda dan sebagainya.

UNSUR-UNSUR HUKUM
1) peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat
2) peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib
3) peraturan itu bersifat memaksa
4) sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas

CIRI-CIRI HUKUM
1) adanya perintah dan/atau larangan
2) perintah dan/atau larangan itu harus ditaati setiap orang

Dengan demikian setiap orang wajib bertindak sedemikian rupa dalam masyarakat, sehingga tata tertib dalam masyarakat itu tetap terpelihara dengan sebaik-baiknya, oleh karena itu hukum meliputi berbagai peraturan yang menentukan dan mengatur perhubungan orang yang satu dengan yang lain, yakni peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan yang dinamakan KAIDAH HUKUM.

Barang siapa yang dengan sengaja melanggar suatu kaidah hukum akan dikenakan sanksi (sebagai akibat pelanggaran kaidah hukum) yang berupa hukuman-hukuman atau pidana itu bermacam-macam jenisnya, yang menurut Pasal 10 KUHP ialah:

1) Hukum Pokok, terdiri dari:
1) Hukuman Pidana mati
2) Hukuman Pidana Penjara
a) Seumur hidup
b) Sementara (setinggi-tingginya 20 tahun dan sekurang-kurangnya 1 atahun)
3) Hukuman Kurungan (sekurang-kurangnya satu hari dan setinggi-tingginya 1 tahun)
4) Hukuman Denda (sebagai pengganti hukuman kurungan)
2) Hukuman Tambahan, terdiri dari:
1) Pencabutan hak-hak tertentu
2) Perampasan barang-barang tertentu
3) Pengumuman keputusan hakim

SIFAT HUKUM
Hukum memiliki sifat MENGATUR dan MEMAKSA. Oleh karena itu merupakan peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan yang dapat memaksa orang supaya mentaati tata tertib dalam masyarakat serta memberikan sanksi yang tegas (berupa hukuman) terhadap siapa yang tidak mentaatinya.

TUJUAN HUKUM:
Menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu harus pula bersendikan pada keadilan yaitu, asas-asas keadilan dari masyarakat itu.

Tujuan hukum menurut
1) Prof. Subekti, SH:
v Hukum itu mengabdi pada tujuan Negara yang dalam pokoknya ialah mendatangkan
kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya.
v Melayani tujuan Negara dengan menyelenggarakan keadilan dan ketertiban sebagai syarat-
syarat pokok untuk mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan.

Selanjutnya ditegaskan bahwa, keadilan dapat digambarkan sebagai suatu keadaan keseimbangan yang membantu ketentuan di dalam hati orang, dan jika di usik atau dilanggar akan menimbulkan kegelisahan dan kegoncangan.
Dengan demikian keadilan itu selalu mengandung unsure “Penghargaan, penilaian, pertimbangan dank arena itu keadilan lazim dilambangakan dengan suatu Neraca Keadilan”. Keadilan itu menuntut bahwa dalam keadaan yang sama tiap orang harus menerima bagian yang sama pula.
Menurut prof. Subekti, SH bahwa keadilan itu berasal dari Tuhan YME, tetapi seseorang itu diberi kecakapan atau kemampuan untuk meraba atau merasakan keadaan yang dinamakan adil, segala kejadian di dunia ini sudah semestinya menumbuhkan dasar-dasar keadilan itu pada manusia. Berdasarkan hal itu dapat kita lihat bahwa hukum tidak saja harus mencerminkan keseimbangan antara berbagai kepentingan yang bertentangan satu sama lain, untuk mendapatkan keadilan, tetapi hukum juga harus mendapatkan keseimbangan antara tuntutan keadilan dengan tuntutan ketertiban atau kepastian hukum.

2) Prof.Mr.Dr.L.J. van Apeldoorn:
Megatur perjalanan hidup manusia secara damai, jadi hukum menghendaki perdamaian.
Perdamaian diantara manusia dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-
kepentingan hukum manusia tertentu, kehormatan, kemerdekaan jiwa, harta benda
terhadap pihak yang merugikannya.
Kepentingan perseorangan selalu bertentangan dengan kepentingan golongan-golongan
manusia. Pertentangan kepentingan ini dapat menjadi pertikaian bahkan dapat menjelma
menjadi peperangan. Seandainya hukum tidak bertindak sebagai pekamata untuk
mempertahankan perdamaian.
Hukum mempertahankan perdamaian dengan menimbang kepentingan yang bertentangan.
Secara teliti dan mengadakan keseimbangan karena hukum dapat mencapai tujuan jika
terdapat keseimbangan antara kepentingan-kepentingan yang dilindungi antara setiap
orang yang menjadi bagiannya:
RHETORICA ARISTOTELES membedakan 2 macam keadilan:
1) Keadilan Distributif:
Keadilan yang memberikan kepada setiap orang jatah menurut jasanya (pembagian menurut
haknya masing-masing)
Jadi dalam hal ini, tidak menuntut supaya tiap-tiap orang mendapat bagian yang sama
banyaknya, bukan persamaan melainkan kesebandingan
Contoh: tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan (Pasal 27 ayat 2 UUD 1945)
2) Keadilan Komutatif:
Keadilan yang memberikan pada setiap orang yang sama banyaknya dengan tidak
mengingat jasa-jasa perseorangan
Contoh: mengenai tukar-menukar barang-barang dan jasa-jasa harus mendapat persamaan
antara apa yang dipertukarkan

SUMBER-SUMBER HUKUM
Sumber Hukum adalah segala apa yang menimbulkan aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.
Sumber Hukum ada 2 macam:
1) Sumber Hukum Material:
Sumber hukum material dapat ditinjau dari berbagai sudut misalnya: dari sudut ekonomi,
sejarah, sosiologi, filsafat dsb.
Contoh:
a) Seorang ahli ekonomi mengatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam
masyarakat yang menyebabkan timbulnya hukum
b) Seorang ahli kemasyarakatan (sosiolog) mengatakan bahwa yang menjadi sumber hukum
adalah peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.
2) Sumber Hukum Formil
Sumber hukum formil antara lain:
1) Undang – Undang (Statute)
2) Kebiasaan (Costum)
3) Keputusan-keputusan hakim (Jurisprudentie)
4) Traktat (Treaty)
5) Pendapat Sarjana Hukum (doktrin)
Penjelasan:
1) Undang-Undang:
Ialah suatu peraturan Negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat diadakan
dan dipelihara oleh penguasa Negara.
Menurut BUYS, Undang-Undang memilik 2 arti:
a) Undang-Undang dalam arti formal:
Ialah setiap keputusan pemerintahan yang merupakan undang-undang karena cara
pembuatannya.
Missal: dibuat oleh pemerintah bersama-sama dengan parlemen dalam hal ini DPR.
b) Undang-Undang dalam arti material:
Ialah setiap keputusan pemerintahan yang menurut isinya mengikat langsung setiap
penduduk.
SYARAT-SYARAT BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG:
a) Syarat Mutlak untuk berlakunya suatu Negara ialah diundangkan dalam Lembaran
Negara (LN) oleh menteri/sekretaris Negara (dahulu:menteri kehakiman).
b) Tnggal mulai berlakunya suatu undang-undang menurut tanggal yang ditentukan
dalam undang-undang itu sendiri:
Jika tanggal berlakunya itu tidak disebutkan dalam undang-undang, maka UU itu mulai
berlaku 30 hari sesudah diundangkan dalam LN untuk JAWA dan MADURA, dan
untuk daerah lainnya baru berlaku 100 hari setelah pengundangan dalam LN
Sesudah syarat-syarat tersebut dipenuhi, maka berlakulah suatu “FICTIE”yaitu: setiap
orang dianggap telah mengetahui adanya suatu undang-undang.
Hal iniberarti bahwa, jika ada orang yang melanggar UU tersebut, Ia tidak
diperkenankan membela atau membebaskan diri dengan alasan “Saya tidak tahu
menahu adanya undang-undang ini”

Berakhirnya kekuatan berlakunya suatu Undang-undang:
Dikatakan Undang-Undang tidak berlaku lagi jika:
a) jangka waktu berlaku telah ditentukan oleh UU itu sudah lampau.
b) Keadaan atau hal untuk mana undang-undang itu diadakan sudah tidak ada lagi.
c) Undang-undang itu dengan tegas dicabut oleh instansi yang membuat atau yang lebih tinggi.
d) Telah diadakan UU yang baru yang isinya bertentangan dengan undang-undang yang dulu
berlaku.

Catatan:
Peraturan yang berlaku kemudian menghapuskan peraturan yang berlaku lebih dulu/dahulu.

Pngertian Lembaga Negara dan Berita Negara:
Pada jaman Hindia-Belanda Lembaran Negara (LN) disebut Staatsblad (disingkat Stb atau S). Setelah UU diundangkan dalam LN kemudian diumumkan Berita Negara, setelah itu diumumkan dalam siaran pemerintah melalui radio dan surat-surat kabar.
Sedangkan antara LN dan Berita Negara adalah:
a) Lembaran Negara (LN) ialah suatu lembaran (kertas) tempat mengundangkan
(mengumumkan) semua peraturan-peraturan Negara dan pemerintah agar sah berlaku.
Mengenai penjelasan dari pada UU itu dimuat dalam tambahan Lembaran Negara, yang
mempunyai Nomor Berurut. Lembaran Negara diterbitkan oleh Department Kehakiman
(Sekarang Sekretariat Negara yang disebut dengan tahun penerbitan dan nomor berurut)
Misal:
v LN. Tahun 1962 No.1 (LN.1962/1)
v LN. Tahun 1962 No. 2 (LN. No. 2 Tahun 1962)
b) Berita Negara ialah suatau penerbitan resmi department kehakiman (Sekretariat Negara)
yang memuat hal-hal yang berhubungan dengan peraturan-peraturan Negara dan
pemerintah dan menurut surat-surat yang dianggap perlu, Seperti:Akta pendirian
PT, Firma, Koprasi, nama-nama orang dinaturalisasi menjadi warga Negara Indonesia dll.
Contoh: tempat pengundangan peraturan-peraturan daerah/kotapraja ialah Lembaran
Daerah/Lembaran Kotapraja.

2) Kebiasaan (Custom)
Ialah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama.
Apabila suatu kebiasaan tertentu diterima oleh masyarakat dan kebiasaan itu selalu
berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang berlawanan dengan
kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum, maka dengan demikian
timbulah suatu kebiasaan hukum yang dalam pergaulan hidup dipandang sebagai hukum.
Contoh:
Apabila seorang komisioner sekali menerima 10% dari hasil penjualan atau pembelian
sebagai upah dan hal ini terjadi berulang-ulang dan komisioner yang lainpun menerima upah
yang sama yaitu 10%, maka oleh karena itu timbul suatu kebiasaan dan lambat laun
berkembang menjadi hakim kebiasaan.
Timbl suatu persoalan, apakah seorang hakim harus memperlakukan hukum kebiasaan:
Menurut Pasal 15 Agemene Bepalingen van wetgeving voor Indonesie (AB):
Kebiasaaan tidaklah menimbulkan hukum, hanya kalau undang-undang menunjuk pada
kebiasaan untuk diperlakukan. Jadi hakim harus memakai kebiasaan dalam hal-hal UU
menunjuk kepada kebiasaan.

3) Keputusan Hakim (Yurisprudensi):
Ialah peraturan pokok yang pertama pada jaman Hindia-Belanda dahulu ialah Algemene
Bepalingen van wetgeving voor Indonesie yang disingkat AB, yaitu ketentuan-ketentuan
umum tentang perundang-undangan untuk Indonesia.
AB ini dikeluarkan pada tanggal 30 April 1847 yang termuat dalam Staatsblad 1847 No. 23,
dan hingga saat inimasih berlaku berdasarkan Pasal II aturan peralihan UUD 1945 yang
menyatakan “Segala badan Negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama
belum diadakan yang baru menurut UUD” Menurut Pasal 22 AB menyatakan “Hakim yang
menolak untuk menyelesaikan suatu perkara dengan alasan bahwa peraturan perundang-
undangan yang bersangkutan tidak menyebutkan, tidak jelas atau tidak lengkap, maka ia
dapat dituntut untuk di hukum karena menolak mengadili”
Menyimak ketentuan Pasal 22 AB jelaslah bahwa seorang hakim mempunyai hak membuat
peraturan sendiri untuk menyelesaikan suatu perkara, apabila undang-undang atau
kebiasaan-kebiasaan tidak memberi peraturan yang dapat dipakai untuk menyesuaikan
perkara itu, maka hakim haruslah membuat peraturan sendiri.
Keputusan hakim yang berisikan suatu peraturan sendiri berdasarkan wewenang yang
diberikan oleh pasal 22 AB, menjadi dasar keputusan hakim lainnya, kemudian untuk
mengadili perkara yang serupa dan keputusan hakim tersebut menjadi sumber hukum bagi
pengadilan.
Jadi keputusan hakim yang berdasarkan peraturan sendiri dari hakim yang disebut dengan
HAKIM YURISPRUDENSI:
YURISPRUDENSI adalah keputusan hakim terdahulu yang sering diikuti dan dijadikan dasar
keputusan oleh hakim lain/kemudian mengenai masalah yang sama.
Yurisprudensi ada 2 macam:
1) Yurisprudensi Tetap:
Keputusan hakim yang terjadi karena rangkaian keputusan serupa dan menjadi dasar
bagi pengadilanuntuk mengambil keputusan.
Alasan seorang hakim mengikuti keputusan hakim yang terdahulu itu karena ia
sependapat dengan isi keputusan tersebut yang hanya dijadikan sebagai pedoman dalam
mengambil suatu keputusan terhadap perkara yang sama dan/atau serupa
2) Yurisprudensi Tidak tetap

4) Traktat (Treaty)
Dalam hal ini dua orang mengadakan kata sepakat (consensus) tentang suatu hal, maka
untuk itu mereka mengadakan suatu perjanjian.
Akibat dari perjanjian yang diadakan itu, isi perjanjiannya mengikat pihak-pihak yang
mengadakan perjanjian itu, disebut:
“Pacta Sunt Servanda” yang berarti: perjanjian mengikat pihak-pihak yang mengadakannya
atau setiap perjanjian harus ditaati atau ditepati”
Perjanjian yang diadakan antar dua atau lebih Negara disebut perjanjian antar Negara atau
perjanjian internasional atau TRAKTAT.
Jadi Traktat inidapat juga mengikat warga Negara dari Negara-negara yang mengadakan
perjanjian ini.
v Traktat Bilateral: perjanjian yang diadakan hanya oleh dua Negara
Misal:
Perjanjian internasioanl yang diadakan antara pemerintah RI dengan pemerintah RRC
tentang “Diri Kewarganegaraan”
v Traktat Multilateral: Perjanjian yang diadakan oleh dua Negara atau lebih.
Misal: perjanjian internasional Negara-negara eropa (NATO) yang diikuti oleh beberapa
eropa.
v Traktat Terbuka (Kolektif): Jika Traktat multilateral memberikan kesempatan kepada
Negara-negara yang pada permulaan tidak turut mengadakannya, kemudian menjadi
pihaknya.
Misal: Piagam PBB
5) Pendapat Sarjana Hukum (Doktrin)
Dalam menetapkan apa yang akan menjadi dasar keputusan, hakim sering mengutip
pendapat seorang sarjana hukum mengenai soal yang harus diselesaikannya. Sehingga
pendapat dari seseorang sarjana hukum merupakan sumber hukum yang terpenting.
Dalam hal ini dapat kita lihat bahwa, Mahkamah Internasioanl dalam Piagam Mahkamah
Internasioanl (Statute of International Court at Justice) Pasal 38 ayat 1 mengakui bahwa,
dalam menimbang dan memutus suatu perselisihan dapat mempergunakan beberapa
pedoman:
1. Perjanjian-perjanjian Internasional (International Conventions)
2. Kebiasaan-kebiasaan Internasional (International Custom)
3. Asas-asa hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab
4. keputusan hakim dan pendapat-pendapat sarjana hukum

KLASIFIKASI HUKUM
Kodifikasi hukum adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.
Unsur-unsur kodifikasi hukum:
1) Jenis-jenis hukum tertentu
2) Sistematis
3) Lengkap
Tujuan diadakannya Kodifikasi hukum tertulis yaitu untuk memperoleh:
1) Kepastian hukum
2) Penyederhanaan hukum
3) Kesatuan hukum
4) Mempermudah proses hukum

MACAM-MACAM PEMBAGIAN HUKUM
Menurut asas pembagiannya:
1) Menurut sumbernya
2) Menurut bentuknya
3) Menurut tempat berlakunya
4) Menurut waktu berlakunya
5) Menurut cara mempertahankannya
6) Menurut sifatnya
7) Menurut wujudnya
8) Menurut isinya

Pembagian hukum menurut sumbernya:
1) hukum undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-
undangan.
2) Hukum kebiasaan (adat), yaitu hukum yang terletak di dalam peraturan-peraturan
kebiasaan (adat)
3) Hukum traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh Negara-negara di dalam suatu perjanjian
anta Negara (traktat)
4) Hukum Yurisprudensi, yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim

Pembagian hukum menurut bentuknya:
1) Hukum tertulis, yaitu: hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan perundangan.
Hukum tertulis ada 2:
a) Hukum tertulis yang telah dikodifikasikan, seperti: KUHPerdata (1848) dan KUHPidana
(1918), hak cipta.
b) Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, seperti: hukum perkoprasian, hak paten, hukum
agrarian.
2) Hukum tak tertulis, yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi
tidak tertulis (disebut Hukum kebiasaan)

Pembagian hukum menurut tempat berlakunya:
1) Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu Negara
2) Hukum internasional, yaitu hukum yang mengatur dalam hubungan-hubungan hukum
dalam dunia internasional
3) Hukum asing, yaitu hukum yang berlaku dalam Negara lain
4) Hukum gereja, yaitu kumpulan norma-norma yang diterapkan oleh gereja untuk para
anggotanya

Pembagian hukum menurut waktu berlakunya:
1) Ius Constitutum (Hukum Positif) yaitu: hukum yang berlaku sekarang bagi suatu
masyarakat tertentu pada suatu daerah tertentu
2) Ius Constituentum yaitu: hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan dating
(masih direncanakan)
3) Hukum Asasi (Hukum Alam) yaitu: hukum yang berlaku dimana-mana dalam segala waktu
dan untuk segala bangsa didunia. Hukum ini tidak mengenal batas waktu melainkan berlaku
untuk selamanya (abadi) terhadap siapapun juga diseluruh tempat

Pembagian hukum menurut Cara mempertahankannya:
1) Hukum material yaitu: hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur
kepentingan-kepentingan dan hubungan-hubungan yang berwujud perintah-perintah dan
larangan-larangan.
Contoh: Hukum materiil, hukum pidana, hukum perdata, hukum dagang dll.
Jika orang berbicara hukum pidana, hukum perdata, maka yang dimaksud adalah
hukum pidana materiil dan hukum perdata materiil.
2) Hukum Formil (Hukum Proses atau hukm Acara) yaitu hukum yang memuat peraturan-
peraturan yang mengatur bagaimana cara-cara melaksanakan dan mempertahankan hukum
materiil atau peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan
suatu perkara ke muka pengadilan dan bagaimana cara-caranya hakim memberi putusan
Contoh: Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata.

Pembagian hukum menurut sifatnya:
1) Hukum yang memaksa yaitu: hukum yang dalam keadaan bagaimanapun juga harus dan
mempunyai paksaan mutlak
2) Hukum yang mengatur (hukum pelengkap) yaitu hukum yang dapat dikesampingkan apabila
pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam suatu perdamaian

Pembagian hukum menurut wujudnya:
1) Hukum Obyektif yaitu hukum dalam suatu Negara yang berlaku umum dan tidak mengenai
orang atau golongan tertentu. Hukum ini hanya menyebut peraturan hukum saja yang
mengatur hubungan hukum antara dua orang atau lebih
2) Hukum Subyektif yaitu hukum yang timbul dari hukum obyektif dan berlaku terhadap
seseorang tertentu atau lebih. Hukum subyektif disebut juga HUKUM HAK.

Pembagian hukum menurut isinya:
1) Hukum Privat (Hukum Sipil) yaitu hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara orang
yang satu dengan orang yang lain, dengan menitik beratkan kepada kepentingan
perseorangan
2) Hukum Publik (Hukum Negara) yaitu hukum yang mengatur hubungan antara Negara
dengan alat-alat perlengkapannya atau hubungan antara Negara dengan perseorangan
(warna Negara)

Dari macam-macam pembagian hukum tersebut diatas yang terpenting adalah Hukum sipil (Hukum Privat atau Hukum Perdata) dan Hukum Publik (Hukum Negra).

Hukum Sipil (Hukum Privat atau Hukum Perdata) dan Hukm Publik (Hukum Negara) terdiri dari:
1) Hukum Sipil dalam arti luas, yang meliputi: hukum Perdata dan Hukum dagang.
2) Hukum Sipil dalam arti sempit, yang meliputi hukum perdata saja.

Catatan:
Dalam beberapa buku tentang hukum, orang sering mempermasalahkan hukum sipil dengan hukum perdata.
Agar tidak membandingkan , perlu dijelaskan bahwa:
a) jika diartikan secara sempit, maka hukum perdata itu adalah bagian dari hukum sipil.
b) Jika diartikan secara sempit, maka hukum perdata itu adalah sama dengan hukum sipil
c) Dalam bahasa asing:
1) hukum sipil: Privaatrecht atau Civielrecht
2) hukum perdata: Burgelijkrecht
3) hukum priva dalam arti luas, meliputi:
a) Burgelijkrecht
b) Handelsrecht (hukum dagang)

Hukum Publik (Hukum Negara) terdiri dari:
a) Hukum Tata Negara, yaitu hukum yang mengatur bentuk dan susunan ppemerintahan
suatu negara serta hubungan kekuasaan antara alat-alat perlengkapan satu sama lain, serta
hubungan antara negara (Pemerintahan Pusat) dengan bagian-bagian negara (daerah-
daerah swastantra)
b) Hukum Publik Internasional (Hukum antar negara), yaituhukum yang mengatur hubungan
antara Negara yang satu dengan Negara-negara yang laindalam hubungan internasional

Perbedaan Hukum Perdata (Sipil) dengan Hukum Pidana dapat dilihat dari sudut:
1) Dari sudut perbedaan isinya:
a) Hukum Perdata: mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang
lain dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.
b) Hukum Pidana: mengatur hubungan hukum antara seorang anggota masyarakat
(warganegara) dengan Negara yang menguasai tata tertib masyarakat itu.
2) Dari sudut perbedaan pelaksanaannya:
1) Pelanggaran terhadap norma-norma perdata baru diambil tindakan oleh pengadilan
setelah ada pengaduan oleh pihak berkepentingan yang merasa dirugikan. Pihak yang
mengadu menjadi penggugat dalam perkara perdata.
2) Pelanggaran terhadap norma hukum pidana pada umumnya segera diambil tindakan oleh
pengadilan tanpa ada pengaduan dari pihak yang dirugikan. Setelah terjadi pelanggaran
terhadap norma hukum pidana (delik = tindakan pidana), maka alat-alat perlengkapan
negara seperti polisi, jaksa dan hakim segera bertindak.
Pihak yang menjadi korban cukup melaporkan kepada yang berwajib (polisi)

AHMAD ANTON

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KAMI SANGAT MENUNGGU SARAN DAN KRITIK ANDA